PERNYATAAN SIKAP PARTAI RAKYAT PEKERJA

Nomor: 033/KP-PRP/PS/e/III/14

Munculnya Kepemimpinan Populis, Apa Artinya Bagi Rakyat Pekerja?

Salam rakyat pekerja,

Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, dimana tinggal beberapa minggu ke depan, rakyat pekerja di seluruh Indonesia mulai dibanjiri dengan berbagai fenomena politik yang baru. Hal ini mulai terlihat dari banyaknya para aktivis yang hendak memasuki gelanggang politik dengan menjadi calon legislatif hingga bermunculannya nama-nama calon presiden untuk lima tahun mendatang. Pada pelaksanaan Pemilu-Pemilu sebelumnya, rakyat pekerja pada umumnya menyatakan tidak akan menggunakan hak pilihnya (Golput) dalam “pesta demokrasi” tersebut. Ketidakpercayaan terhadap partai-partai politik dan calon-calon anggota legislatif serta calon presiden, bahkan hingga ketidakpercayaan terhadap sistem penyelenggaraan Pemilu yang hanya menguntungkan bagi para pemilik modal dan elit politik, menjadi salah satu alasan dasar bagi rakyat pekerja untuk tidak menggunakan hak pilihnya.

Selama ini, praktik Pemilu dapat dimanfaatkan oleh para pemilik modal yang mulai terjun langsung dalam kancah politik, dengan masuk ke dalam partai-partai politik dan mencalonkan dirinya menjadi calon legislatif atau bahkan calon presiden. Kepentingan para pemilik modal ini sangat jelas, yakni berusaha untuk mengakses dan mengontrol secara langsung sistem ekonomi politik yang diberlakukan, karena pada masa Orde Baru dan di awal masa reformasi, para pemilik modal menganggap para elit politik tidak berhasil mengakomodasi kepentingan kelasnya.

Sementara di sisi lain, sistem Pemilu di Indonesia malah membuat kepentingan rakyat pekerja semakin jauh ditinggalkan, karena tidak ada yang mewakili kepentingan rakyat pekerja di dalam negara. Hal ini juga disebabkan karena sistem Pemilu di Indonesia tidak memberikan peluang untuk mendasarkan pada kepentingan komunitas atau golongan sektoral. Sebaliknya, sistem Pemilu di Indonesia menggunakan mekanisme persaingan terbuka “individual” yang membuat hubungan antara tiap kandidat dengan kelas sosialnya menjadi sangat “kabur”. Akibatnya, fenomena money politics mulai muncul menjamur di setiap penyelenggaraan Pemilu.

Dasar pemikiran tersebutlah yang kemudian digunakan oleh rakyat pekerja untuk tidak mempercayai sistem penyelenggaran Pemilu dan mengambil sikap untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu-Pemilu sebelumnya. Namun sikap untuk tidak menggunakan hak pilih tersebut pada kenyataannya malah menyebabkan rakyat pekerja di seluruh Indonesia semakin jauh dari dasar perjuangannya selama ini, yakni merebut kekuasaan politik dari rezim neoliberalisme. Meningkatnya perlawanan rakyat pekerja di tempat kerja melalui pemogokan, memperjuangkan hak atas tanahnya, serta mempertahankan hak atas penghidupannya, tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan agenda utama perjuangan politik untuk merebut kekuasaan negara. Sudah saatnya rakyat pekerja di Indonesia mengintervensi penyelenggaraan Pemilu tahun ini dengan mengambil sikap untuk merebut kekuasaan negara sebagai agenda utama perjuangan politiknya. Hal ini dapat direalisasikan dengan turut terlibat dalam agenda penyelenggaraan Pemilu tahun 2014.

Munculnya nama Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu calon presiden saat ini disambut dengan sangat antusias oleh kalangan rakyat pekerja pada umumnya di Indonesia. Bagi sebagian besar rakyat, Jokowi dianggap sebagai salah satu tokoh baru dalam Pemilu 2014 yang populis dan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, jika dibandingkan dengan calon-calon presiden lainnya yang sudah banyak beredar namanya. Jokowi juga dianggap oleh sebagian kalangan sebagai salah satu tokoh yang tidak memiliki kaitan langsung dengan rezim Orde Baru. Dalam bursa calon presiden kali ini, kita tahu nama-nama calon presiden yang diusung oleh berbagai partai politik di Indonesia memiliki kaitan langsung dengan rezim Orde Baru melalui Golongan Karya (Golkar). Perlawanan terbuka terhadap tokoh-tokoh yang memiliki kaitan langsung dengan rezim Orde Baru tentunya menjadi penting untuk diusung kembali oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini yang nantinya akan membedakan antara rakyat pekerja yang ingin merebut kekuasaan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan “kelompok-kelompok” yang juga berinvestasi di belakang Jokowi namun memiliki kepentingan berbeda dengan kepentingan rakyat pekerja.

Namun, tentunya rakyat pekerja di seluruh Indonesia juga tidak bisa melupakan peran Jokowi dalam menerapkan upah murah pada masa kepemimpinannya di Jakarta. Untuk itu, menjadi penting bagi rakyat pekerja untuk tetap mengusung dan mengajukan program perlindungan sosial bagi seluruh rakyat pekerja di Indonesia. Perlindungan sosial versi dari rakyat pekerja ini sangat berbeda dengan pemikiran jaminan sosial yang selama ini dijalankan oleh rezim neoliberal. Jaminan sosial yang diusung oleh rezim neoliberal, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), PNPM Mandiri, PNPM Keluarga Sejahtera, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS, dan yang lainnya, hanya merupakan asuransi sosial yang tidak akan mampu untuk melindungi seluruh rakyat pekerja, karena berdasarkan iuran serta hanya mampu diimplementasikan kepada sebagian orang saja. Sementara perlindungan sosial yang harus diusung adalah jaminan sosial yang harus dialokasikan dananya dari APBN/APBD serta mampu melindungi seluruh rakyat Indonesia, khususnya keluarga buruh, tani, nelayan, pedagang kecil, perempuan, dan yang lainnya. Untuk merealisasikan perlindungan sosial ini, maka pemerintahan mendatang juga harus memaksimalkan pajak progresif dan pajak penghasilan bagi korporasi atau perusahaan besar, memaksimalkan aset-aset nasional dan agraria nasional melalui nasionalisasi aset negara yang sudah diprivatisasi serta memaksimalkan sumber-sumber pendanaan alternatif melalui pajak transaksi keuangan.

Maka dari itu, kami dari Partai Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:

  1. Mendukung calon presiden yang populis dan tidak memiliki kaitan langsung dengan rezim Orde Baru;
  2. Mengusung dan mengajukan program perlindungan sosial transformatif untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia demi mewujudkan dan menjamin kesejahteraan rakyat;
  3. Nasionalisasi seluruh aset negara yang telah diprivatisasi, maksimalkan pajak progresif dan pajak transaksi keuangan bagi korporasi guna mewujudkan perlindungan sosial transformatif;
  4. Bangun kekuatan politik alternatif untuk menumbangkan kekuatan rezim neoliberal dan kekuatan politik yang memiliki kaitan langsung dengan rezim Orde Baru;
  5. Kapitalisme-neoliberalisme terbukti telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan Sosialisme lah maka rakyat akan sejahtera.

 

Sumber : KLIK DI SINI!!!